Tahun 2015 ini merupakan tahun
terakhir Presiden Barack Obama memimpin Amerika Serikat. Tahun ini pulalah
merupakan awal pesta demokrasi di Amerika Serikat. Para kandidat calon presiden
semakin gencar mendekati masyarakat untuk mendapatkan simpati dari para pendukungnya.
Sebagai negara pensetus demokrasi dan negara demokrasi terbesar didunia, pemilu
yang akan diadakan pada tahun 2016 mendatang akan menjadi pemilu yang besar.
Namun banyak peristiwa yang mengkhawatirkan sejak awal tahun 2015 ini dalam
menyambut pemilu 2016. Pemilu 2016 mendatang dinilai membangkitkan kembali Islam
phobia dikalangan masyarakat Amerika Serikat. Sejak awal tahun saja banyak
muslim Amerika menjadi korban atas dasar Islam phobia.
Islam phobia bukan merupakan hal
yang baru di Amerika Serikat. Islam phobia di Amerika Serikat bermula pasca
terjadinya peristiwa 11 September 2001. Dari sinilah awal anti-muslim dari
warga Amerika dan masyarakat dunia yang menganggap Islam berbahaya. Bahkan
dalam banyak kejadian, dalam memasuki kawasan Amerika di bandara contohnya,
semua yang berhubungan dengan Islam diperlambat untuk masuk ke wilayah Amerika.
Mulai dari nama Islam seperti Muhammad dan lain-lain kemudian orang yang
berjubah besar, berkerudung syar’i, berjenggot dan lain sebaginya akan
diperlambat pelayanannya. Kemudian ini diikuti oleh sebagian besar negara dunia
dengan melakukan hal sama dimana presiden AS saat itu menyerukan untuk
bergabung dengan mereka atau dengan teroris “either
you are with us or you are with terrorist”. Sejak saat itu Islam identik
dengan teroris yang membahayakan bagi barat.
Agama
Islam di Amerika adalah agama yang banyak diperbincangkan hingga diseluruh
penjuru dunia. Namun semakin Islam dipertentangkan, semakin Islam berkembang
pesat yang akhirnya banyak pula yang anti terhadap agama Islam hingga memberi
julukan bahwa Islam adalah agamanya para teroris. Trust Runnymede, seorang
Inggris mendefinisikan Islamofobia sebagai "rasa takut dan kebencian
terhadap Islam secara berlebihan dan oleh karena itu juga pada semua orang
Muslim," dan pernyataan tersebut tenyata secara luas telah diterima
sebagai definisi Islam Phobia (Samir Amghar, 2007: 144), dinyatakan bahwa hal
tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap Muslim dengan
memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa.
Itulah sebabnya, hubungan Muslim dengan penduduk asli mengalami gangguan
harmonisasi dikarenakan banyak diantara mereka yang takut, bukan hanya takut
kepada agamanya saja tapi bahkan takut kepada orang Muslim itu sendiri dan
memang gejala tersebut semakin meningkat. perbedaan kultur yang mencolok pun
menjadikan terciptanya jarak antara komunitas Muslim dan penduduk pribumi.
Islamfobia semakin nampak
akhir-akhir ini di Amerika Serikat menjelang pemilu 2016 mendatang. Diawali dengan
peristiwa penembakan pria Irak hingga tewas, penembakan atas perselisihan lahan
parkir hingga tiga mahasiswa tewas dan lain-lain (www.viva.co.id,
2015). Tidak kalah menggemparkan dunia dan perhatian masyarakat Islam ketika
seorang anak keturunan Palestina, Ahmed Muhamed ditangkap karena dicurigai
telah memiliki bom rakita. Kemudian peristiwa menghebohkan lainnya datang dari
kandidat calon presiden AS, Ben Carson yang menyatakan sikap anti-muslimnya
dalam sebuah wawancara. Ia menyatakan bahwa Islam tidak konsisten dalam
konstitusi dan tidak yakin jika muslim bertanggung jawab atas bangsa tersebut
seperti tanya jawab berikut ini:
Chuck Todd : Should a president’s faith matter? Should your faith
matter to voters?
Ben Carson : Well I guess it depends on what that faith is, if it is
inconsistent with the values and the principles of America then of cource it
should matter. But, if it within the realm of America and consistent with the
constitution then no problem.
Chuck Todd : So do you believe that Islam is consistent with the
Constitution?
Ben Carson : No I do not, I do not, I would not advocate that we
would put a Muslim in charge of this nation. I absolutely would not agree with
that
Chuck Todd : And would you ever consider voting for a Muslim for
Congres?
Ben Carson : Congress is a different strory. But it depends on who
Muslim is and policies are. Just as it depends on what anybody else is. You know,
if there is somebody who is of any faith, but they say things and their life
that has been consistent with things that will elevate this nation and make it
possible for anybody to succeed and bring peace and harmony, then I am with
them.
Tanya jawab tersebut membuat resah
masyarakat muslim yang saat ini telah berjumlah 2,8 juta jiwa di Amerika
Serikat. Hal ini mendapatkan tanggapan dari seorang Palestina-Amerika, Zuhar
Shaath merujuk pada pernyataan Carson dimana ia mengatakan, “cukup membuat
masalah ketika seseorang yang ingin menjadi presiden membuat klaim seperti itu”
(www.cnnindonesia.com,
2015). Namun kemudian hal ini segera diklarifikasi oleh tim kampanye Carson.
Tidak berbeda dengan kandidat lain, Donald Trump yang sebelumnya kita kenal
karena perwakilan DPR Indonesia menyatakan Indonesia akan mendukung Trump dalam
pemilu. Trump menyerukan bahwa ia tidak memiliki kewajiban untuk mengoreksi
para pendukungnya dan bahwa “persoalan yang lebih besar adalah Obama karena
tengah melancarkan perang terhadap warga Kristen yang kebebasannya dalam
menjalankan agama terancam” (www.salam-online.com,
2015).
Hal ini terlihat cukup jelas posisi
Islam yang terpinggirkan sebagai kelompok minoritas di Amerika Serikat. Sebagai
negara pencetus demokrasi dan sebagai negara demokrasi terbesar, Amerika
Serikat dalam hal ini dianggap gagal dalam implementasi demokrasi yaitu HAM.
Para pemikir barat terdahulu sibuk untuk mengkritik pemahaman Islam yang pada
dasarnya berbeda dengan barat karena memang diberikan pada waktu, peristiwa dan
sumber yang ada. HAM menurut barat mengacu pada hak individu, sedangkan Islam
mengacu pada hak individu dan publik yang berdasar pada Al-Quran dan Hadits.
Jika
berdasar pada HAM yang telah diterapkan oleh barat, maka seharusnya warga
negaranya mendapatkan hak yang sama. Para pemikir barat terlalu banyak
mengkritik pemikiran islam yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman
atau yang dianggap tidak memanusiakan manusia. Namun pada dasarnya sesuai
dengan yang terjadi dalam masyarakat, telah membuktikan bahwa apa yang
dituduhkan para pemikir barat sebenarnya merupakan perlakuan yang mereka
terapkan sendiri di negaranya terhadap minoritas. Kebebasan yang diterapkan
barat membawa mereka dalam kebebasan yang merugikan dalam hak asasi.
Hak
individu yang barat teriakkan tidak berlaku untuk masyarakat muslim di Amerika.
Namun memang apa yang dilakukan oleh AS memang beralasan dimana mereka
mengalami trauma terhadap peristiwa 11 September 2001. Namun jika dibandingkan
dengan apa yang telah barat lakukan untuk muslim jauh lebih menyakiti
masyarakat muslim dunia. Ketidak sukaan barat terhadap Islam dipraktekkan
dengan aksi-aksi untuk melawan Islam. Hal inilah yang sebenarnya salah
dilakukan oleh kelompok islam radikal dalam melakukan jihad yang membuat
kesalahpahaman dengan barat belum terselesaikan hingga saat ini. Beberapa
pengamat menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh barat saai ini merupakan
tindakan dimana mereka merasa terancam akibat pertumbuhan islam yang semakin
kuat.
Sumber
Amghar, Samir, et al., 2007. Euporean Islam Challenges For Public Policy
and Society. Brussels: Centre For European Policy Studies
Salam Online, Jelang Pilpres 2016,
Gerakan Anti-Islam di AS Makin Marak, dalam http://www.salam-online.com/2015/09/jelang-pilpres-20-gerakan-anti-islam-di-as-makin-marak.html,
diakses pada tanggal 6 November 2015 pukul 08.41
The DC, Carson: Islam Is Not Consistent
With The Constitutions, dalam http://dailycaller.com/2015/09/20/carson-islam-is-not-consistent-with-the-constitution-video/,
diakses pada tanggal 7 November 2015 pukul 09.28
Viva News, Kisah Ahmed Mohamed dan Belum
Pudarnya Islamphobia si AS, 2015. dalam http://fokus.news.viva.co.id/news/read/675668-kisah-ahmed-mohamed-dan-belum-pudarnya-islamophobia-di-as,
diakses pada 27 September 2015 pukul 22.14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar